PENTINGKAH

MEMILIKI

ASURANSI?

FREEPIK

Semakin besar nominal premi, semakin besar juga klaimnya.

Mendengar kata ‘asuransi’ mungkin bisa langsung membuat kita kehilangan semangat. Cerita tentang premi yang tinggi hingga kesulitan klaim membuat tak sedikit orang yang berusaha menghindar bila ada yang mengangkat topik pembicaraan seputar asuransi.

 

Pertanyaan yang lantas muncul adalah seberapa pentingkah memiliki asuransi?

 

Salah seorang milenial yang juga mantan pegawai asuransi ternama Indonesia, Martin (32 tahun), mengatakan penting sekali untuk ikut asuransi. Sebelumnya, ia pun berpikir ogah berurusan dengan asuransi tapi setelah bekerja di sana dan tahu seluk beluknya, akhirnya ia memutuskan untuk ikut asuransi pendidikan.

 

“Asuransi pendidikan biasanya ini bareng sama asuransi jiwa juga. Lalu ada hitung-hitungannya, jadi kita harus hitung berapa pendidikan anak sampai perguruan tinggi dan pilih premi yang pas. Semakin besar nominalnya, semakin besar juga klaimnya,” ungkap Martin saat dihubungi Republika pekan lalu.

 

Di samping itu, asuransi pendidikan juga bisa dibarengi dengan asuransi kesehatan dengan menambahkan preminya. ‘’Banyak sekali manfaatnya, sehingga orang tua nanti tak perlu pusing bayar pendidikan anak, semua bisa diklaim,’’ ujarnya.

 

Namun ketika orang merasa sulit klaim, Martin menyebut itu dikarenakan berkas sering tidak lengkap. “Yang sering saya dapati dulu itu lebih ke kendala teknis. Misal, perlengkapan berkasnya kurang, atau yang paling banyak itu kertasnya buram jadi tidak bisa terbaca.

Atau juga karena kurirnya telat kirim ke perusahaan asuransi, dan yang paling riskan tapi jarang terjadi karena berkas tertumpuk jadi terabaikan,” papar dia.

 

Untuk kasus berkas tertumpuk, itu bisa dibilang sangat jarang terjadi karena setiap hari berkas dicek oleh tim yang banyak dan teliti. Jadi ia menyarankan, agar klaim segera ditindaklanjuti adalah dengan mengirimkan berkas yang lengkap dan rapi, pasti klaim akan diterima paling lama 14 hari sudah cair atau bahkan bisa lebih cepat.

 

“Karena perusahaan asuransi masih butuh bukti fisik ya, kalau digital itu rentan kecurangan dan fraud (penipuan). Satu lagi saran saya, simpan nomor marketing asuransinya karena jika kesulitan dalam pemberkasan, biasanya marketing akan membantu dan prosesnya bisa lebih agak cepat,” kata Martin.

OLYA KOBRUSEVA/PEXELS

Malas ribet

 

Seorang perencana keuangan OneShildt, Aziza Fitriani, punya pendapat tersendiri tentang asuransi di tengah masyarakat Indonesia. Ia menilai, masyarakat biasanya berpikir ikut asuransi ini hanya buang-buang uang. “Kalau kita beli baju itu kan ada wujudnya ya, tapi kalau asuransi kan enggak terlihat. Ada sih polisnya, tapi kan buku polis disimpan di laci, enggak keliatan. Sampai terjadi risiko sesuatu, baru polis yang dibuka, baru terasa manfaatnya,” kata dia dalam Podcast OneShildt bertajuk ‘Pentingnya Asuransi Jiwa’.

 

Alasan kedua, menurut dia, banyak orang merasa belum perlu mengikuti asuransi khususnya asuransi jiwa. ‘’Banyak yang berpikir masih sehat, masih muda, padahal asuransi ini diperlukannya nanti saat kondisi sakit atau tua. Sementara kalau baru ikut asuransi saat tua, belum tentu diterima karena sudah terlalu tua dan preminya lebih mahal,’’ lanjutnya.

Alasan ketiga, masyarakat merasa ribet dengan prosesnya. “Berdasarkan pengalaman saya ya, saya harus mengisi formulir banyak. Jadi mungkin mereka malas ya. Padahal kalau semakin ribet justru semakin baik. Maksudnya bukan yang enggak ribet enggak baik ya,” kata dia.

 

Ia mengatakan, sekarang ini banyak asuransi yang dijual di platform digital. Menurut dia, hal ini tidak jelek, tapi calon pengguna nantinya bakal menghadapi banyak pertanyaan yang ‘ribet’. ''Sebenarnya perusahaan asuransi itu ingin tahu lebih banyak, seperti disaring dulu apakah ada penyakit tertentu yang diderita calon klien. Jadi ketika nanti klaim, tidak ada kesalahan,'' ujarnya.

 

Alasan keempat, karena klaim sulit. Seluruh masyarakat pasti sering mendengar cerita ini, sehingga akhirnya membuat orang malas berurusan dengan asuransi jiwa. Dan alasan kelima, biasanya orang sudah punya asuransi sendiri dari kantor tempat bekerja.

“Jadi kita harus cari tahu dulu sejauh apa sih sebenarnya asuransi yang dimiliki dari kantor. Apakah memang lengkap, sesuai kebutuhan kita apa enggak. Makanya perlu diskusi, ngobrol, cari tahu juga dengan baca-baca,” papar Aziza.

 

Karena biasanya yang dimiliki dari kantor itu masih terbatas dan tidak semua kantor memberikan asuransi. “Kalau asuransi kesehatan mungkin dikasih. Tapi yang kalau meninggal dan dapat uang pertanggungan, itu mesti dicek lagi. Ternyata kebutuhan uang pertanggungan untuk keluarganya lebih besar dari yang diberikan kantor,” kata dia lagi.

Aziza pun mengingatkan bahwa saat pandemi seperti ini, orang rentan terkena penyakit sehingga harus fokus pada apa yang akan dilakukan ke depannya. Belum lagi jika ada bencana alam yang tidak terduga, yang kerap menghilangkan seluruh aset kekayaan dalam sekejap mata, sehingga asuransilah yang dapat menolong. ''Jadi, semua harus dihitung, untuk utang berapa, pendapatan berapa, pengeluaran lain, dan pendidikan anak,'' ujarnya.

Perencana keuangan OneShildt, Aziza Fitriani memaparkan manfaat dari asuransi jiwa dengan istilah 'LIFE'. Apakah itu?

Ingatlah 'LIFE'

‘L’ adalah loan (utang).

Artinya asuransi jiwa ini bisa dipakai untuk melunasi utang, jika tertanggung mengalami risiko meninggal dunia. Maka uang itu bisa digunakan untuk melunasi utang-utang dulu.

‘I’ adalah income replacement (pengganti pendapatan).

Artinya, uang pertanggungan itu bisa dipergunakan untuk pengganti pendapatan sampai keluarganya itu bisa mencari sumber pendapatan lagi.

'F' adalah final expense (biaya tambahan).

Seperti biaya yang keluar saat seseorang meninggal dunia, kadang beberapa tradisi yang mewajibkan ada upacara adat atau tahlilan.

'E' adalah education (pendidikan).

Asuransi jiwa juga bisa digunakan untuk pendidikan anak, sehingga uang pertanggungan itu bisa buat anak sekolah atau kuliah.

top

STEVE BUISSINNE/PIXABAY